Tak hanya itu, Farid pun dianugerahi bakat musik yang komplit. Bukan hanya menyanyi yang dikuasainya, melainkan ia juga sosok komposer yang mumpuni. Farid mampu menulis melodi bernuansa catchy yang bersanding dengan lirik-lirik yang segar, imajinatif sekaligus komunikatif. Dengan sederet keistimewaan yang dimilikinya itulah, maka mendiang Farid bisa dianggap mampu menaklukkan selera publik. Farid Hardja memulai karier musiknya di tahun 1966, di saat negeri ini mengalami transisi dari era Orde Lama ke Orde Baru. Saat itu demam British Invasion masih melanda dunia. Di Bandung, Farid telah bergabung dalam grup De Zieger yang memainkan rock and roll yang antara lain menyanyikan repertoar The Rolling Stones. Tak hanya di Bandung, ia yang saat itu memiliki rambut kribo ala Afro Look, mulai bergabung dengan sejumlah band rock yang bermarkas di Jakarta, seperti Cockpit yang dibentuk Abulhayat (1974) juga bergabung dalam Brotherhood dan Brown Bear di tahun 1975. Setahun berselang Farid Hardja kembali ke kampung halamannya, Sukabumi, dan membentuk grup Bani Adam yang lebih dominan memainkan warna rock and roll dan sedikit R&B, juga country. Bani Adam lalu menjadi pusat perhatian, apalagi grup berbentuk kuintet ini menggunakan nama yang kurang lazim. Saat itu nyaris semua band menggunakan nama berbahasa Inggris sebagai jatidiri. ''Kenapa memakai nama Bani Adam, karena kita ini semua adalah Bani Adam atau ummatnya Nabi Adam. Sebagai manusia kita harus paham asal usul kita,'' itulah yang diungkapkan Farid Hardja suatu ketika.
Di tahun 1977, Jackson Records & Tapes milik Jackson Arief mulai merilis debut album Farid Hardja bersama Bani Adam dengan nama Farid Bani Adam yang melejitkan Karmila. Sayangnya, introduksi lagu ini menjiplak intro lagu Peace of Mind, grup rock Boston. Bahkan kejadian yang sama berulang lagi ketika Farid Bani Adam merilis album kedua bertajuk Specials dengan hits 'Ikan Laut Pun Menari di Bawah Tanganmu' yang ternyata memelintir lagu Lyin 'Eyes', grup country rock The Eagles. Untungnya, Farid menyadari kekeliruan tersebut. ''Saya mengakui kesalahan konyol itu dengan menjiplak lagu milik orang. Tapi, saya berjanji tak akan mengulanginya lagi'' ungkap Farid. Kejujuran ini memang patut dihargai. Yang pantas dicatat bahwa dalam setiap albumnya, Farid ternyata tidak pernah menggunakan pemusik yang sama. Formasi Bani Adam pun selalu berubah. Beberapa nama pun silih berganti mendukung Bani Adam, mulai dari Eddy Manalief, Nurish Iskandar, dan Max Rondonuwu. Bahkan pemusik tenar seperti Elfa Secioria, Jimmie Manoppo, Dodo Zakaria, Billy J Budiardjo, Oetje F Tekol pun ikut mendandani tatanan musik Farid Bani Adam. Dalam catatan, Farid telah berduet dengan sederet penyanyi tenar dan berkarakter kuat semisal Achmad Albar, Gito Rollies, Euis Darliah, Endang S Taurina termasuk berduet dengan penyanyi dangdut Anis Marsella, Merry Andani, maupun Mario.
Dalam sisi penulisan lirik, Farid memiliki keunggulan. Pertama, selalu menulis lagu bertema cinta, tapi dengan sudut pandang yang melankolik, terkadang malah lebih terasa unsur humor bahkan satir. Kedua, Farid juga cepat menangkap fenomena yang tengah berlangsung di masyarakat pada era tertentu, semisal lagu Bercinta di Udara yang diangkat dari tren penggunaan radio komunikasi antara penduduk (CB Radio) yang marak pada era 80-an.
Ketiga, Farid pun tak jarang menyelusupkan lirik yang berbau protes dan terkadang menyentuh zona politik. Misalnya lagu Jakarta Sayang, Jakarta Malang, Partai Sembako, Runtuhnya Tembok Berlin, dan masih sederet panjang lagi.
Di sela karier musiknya yang padat dan komplit, Farid di masa hidupnya pun pernah memperlihatkan kemampuan akting di beberapa film layar lebar, mulai dari Tante Sundari (1977), Bandit Pungli (1977), Sayang Sayangku Sayang (1978), dan Ini Rindu (1991). Dua judul film terakhir lebih tepat disebut sebagai film otobiogrofi Farid Hardja. Pada tanggal 27 Desember 1998, Farid Hardja mengembuskan napas terakhir. Farid, sang penghibur itu memang telah berlalu. Tetapi karya-karyanya masih bergaung hingga kini.
0 komentar:
Posting Komentar